softkill sosial

“ SOSIAL “


Kelompok :
Mohammad Andika 14110489
Sena Lastiansah 16110443
Kelas : 2KA25
Mata kuliah : Teori Organisasi Umum 2






UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu prioritas dalam membangun perekonomian yang dikemukakan pemerintah Indonesia adalah penciptaan lapangan pekerjaan atau berkurangnya tingkat pengangguran. Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang besar berpotensi tinggi dalam menghasilkan output nasional dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Data Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia memiliki trend yang terus meningkat. Kemudian, dari angkatan kerja di Indonesia yang mencapai sekitar 102,55 juta orang, 9,39 juta orang diantaranya tergolong pengangguran pada tahun 2008 (BPS, 2009). Hal ini menyebabkan potensi SDM yang ada dan potensi output yang dihasilkan terbuang sia-sia.

Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan penurunan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun (Tabel 1.1.). Pada tahun tahun 2007 dan 2008 saja tingkat pengangguran menurun dari tahun sebelumnya.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Indonesia
Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Tingkat Pengangguran (%)
2004 5.13 10.14
2005 5.60 10.30
2006 5.50 10.40
2007 6.30 9.75
2008 6.10 8.39
Sumber ; BPS
Ekonom Dorodjatun Kontjoro-Jakti memperkirakan bahwa, jumlah angkatan kerja sebanyak 2.5 juta yang muncul setiap tahun tidak akan terserap bahkan dalam jumlah separuhnya dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 3 persen (Pikiran Rakyat, 2003). Minimal pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen untuk menyerap angkatan kerja baru tersebut, menurut Djorodjatun. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Choiril Maksum memperkirakan, setiap pertumbuhan PDB sebesar 1 persen dapat menambah jumlah pekerja sekitar 400.000 orang (Suara Karya,2006). Pada Tahun 2008, jumlah angkatan kerja baru sebanyak 1,54 juta orang (BPS,2008). Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen pada tahun 2008 seharusnya mampu menyerap angkatan kerja baru berdasarkan perhitungan Dorodjatun dan Choiril. Ternyata, jika asumsi Dorodjatun dan Choiril dianggap benar dan seluruh angkatan kerja baru pada tahun 2008 menjadi pekerja, tingkat pengangguran tahun 2008 hanya menurun kurang dari 1 persen dari tahun 2007.
1.2 Masalah
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pengangguran
Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya:
• Definisi pengangguran menurut Sadono Sukirno
Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya
• Definisi pengangguran menurut Payman J. Simanjuntak
Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.


2.2 Keadaan Pengangguran Di Indonesia
Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional. Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) memprediksi bahwa jumlahpengangguran tahun ini akan meningkat menjadi 11,833 juta orang. Angka tersebut belum termasuk eks tenagakerja Indonesia (TKI) yang kembali ke Tanah Air dari Malaysia dan pengangguran akibat bencana tsunami di Aceh.
2.3 Dampak Negatif Pengangguran bagi Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk di suatu daerah atau negara dalam kurun waktu tertentu. Sudibyo menjelaskan, berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun. jika di tahun 2010 jumlah penduduk 237,6 juta jiwa maka di tahun 2011 bertambah 3,5 juta maka sekarang ada 241 juta jiwa lebih,“katanya.
Salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kemakmuran suatu masyarakat ataupun Negara adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat akan mencapai tingkat maksimum jika tingkat pennggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan. Namun, pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, sumber daya menjadi terbuang percuma, tidak hanya itu produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan, pembangunan ekonomi, dan menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.

Bermacam - macam pengangguran berdasarkan faktor – faktor yang menimbulkanya, dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya .






b. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam.

c. Pengangguran Struktual
Pengangguran struktual adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja. Contohnya, struktur ekonomi Indonesia pada awalnya adalah cendrung ekenomi agraris yang menekankan pada sektor pertanian. Namun, secara perlahan Indonesia berubah menjadi negara industri.

d. Pengangguran yang disengaja (Voluntary Unemployment)
Pengangguran yang disengaja adalah pengangguran terjadi karena ada pekerjaan yang ditawarkan tetapi orang yang menganggur tidak mau menerima pekerjaan tersebut dengan upah yang berlaku.

Untuk dapat mengatasi masalah kepadatan penduduk & penganguran, hal yang dapat dilakukan adalah:
1. Meningkatkan mobilitas modal dan tenaga kerja.
2. Memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sektor yang kelebihan tenaga kerja ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan tenaga kerja.
3. Memberikan informasi yang cepat jika ada lowongan pekerjaan disektor lain.
4. Melakukan pelatihan dibidang keterampilan lain,untuk memanfaatkan waktu hingga misum tertentu.
5. Mendirikan industri padat karya
6. Mengintensifkan program keluarga berencana
7. Membuka kesempatan bekerja ke luar negeri
8. Mendorong majunya pendidikan
9. Meningkatkan latihan kerja.
10. Mengadakan program transmigrasi
11. Memberikan kemudahan pada investor baru untuk mendirikan industri baru
2.4 Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama. Banyak yang menilai bahwa masalah terbesar dalam perekonomian Indonesia adalah pengangguran. Setiap tahunnya 2 juta orang di Indonesia mencari pekerjaan. Memang jika dibandingkan dengan negara tetangga Indonesia, angka pengangguran di Indonesia masih relatif cukup tinggi. Pada Agustus 2010, angka pengannguran di Indonesia mencapai 7,14 %. Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan angka pengangguran di Malaysia sebesar 3,1 % atau angka pengangguran di Singapura yang mencapai 2,1 % pada September 2010.
Pengangguran di Indonesia didominasi pengangguran didaerah perkotaan. Lebih dari 50% pengangguran ada di daerah perkotaan. Kenyataan ini sejalan dengan hasil survei pada bulan November 2010 yang menunjukan sekitar 31,1% responden di daerah perkotaan menyatakan kekhawatiran mereka terhadap ketersediaan lapangan kerja. Persentasi ini lebih banyak dibandingkan dengan 27,4% responden di daerah pedesaan yang mengkhawatirkan masalah yang sama.
Penduduk dalam usia kerja disebut sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja terbagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (Dumairy,1996). Angkatan kerja ialah tenaga kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja ialah tenaga kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan sedang tidak mencari pekerjaan; yakni orang—orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga, serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan, penderita cacat yang dependen). Angkatan kerja dibedakan ke dalam dua subkelompok, yaitu pekerja dan penganggur. Pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Penganggur ialah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan. Tingkat penganggur diukur sebagai suatu presentase dari angkatan kerja total yang tidak mempunyai pekerjaan terhadap seluruh angkatan kerja.
2.5 Tingkat Pengangguran di Indonesia
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 111,48 juta orang, bertambah 1,54 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2007 sebesar 109,94 juta orang atau bertambah 3,35 juta orang dibanding Februari 2007 sebesar 108,13 juta orang.
Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 102,05 juta orang, bertambah 2,12 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2007 sebesar 99,93 juta orang, atau bertambah 4,47 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 sebesar 97,58 juta orang.
Jumlah penganggur pada Februari 2008 mengalami penurunan sebesar 584 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2007 yaitu dari 10,01 juta orang pada Agustus 2007 menjadi 9,43 juta orang pada Februari 2008, dan mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 sebesar 10,55 juta orang.
Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 8,46 persen, mengalami penurunan dibandingkan keadaan Agustus 2007 yang besarnya 9,11 persen, demikian juga terhadap keadaan Februari 2007 yang besarnya 9,75 persen.
Situasi ketenagakerjaan pada bulan Februari 2008, hampir di seluruh sektor mengalami peningkatan jumlah pekerja jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007. Sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja tertinggi berturut-turut yaitu: sektor jasa kemasyarakatan naik 1,82 juta orang serta sektor perdagangan naik 1,26 juta orang.
Dari sisi gender, partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama Februari 2007-Februari 2008, jumlah pekerja perempuan bertambah 3,26 juta orang dan laki-laki hanya bertambah 1,21 juta orang. Kenaikan pekerja perempuan terbesar terjadi di sektor perdagangan yaitu 1,51 juta orang dan sektor pertanian sebesar 740 ribu orang.
BPS melakukan survei setiap Februari dan Agustus per tahun, dari hasil survei diketahui sumber pengangguran dari lulusan SMK sebesar 17,26 persen, lulusan SMA 14,31 persen, lulusan Universitas 12,59 persen, lulusan Diploma 11,21 persen, lulusan SMP 9,39 persen, lulusan SD dan tidak sekolah 35,24 persen.
2.6 Faktor Penyebab Pengangguran
Pertama: Faktor Pribadi
Dalam hal ini penyebab pengangguran bisa disebabkan oleh kemalasan, cacat/udzur dan rendahnya pendidikan dan ketrampilan. Penjelasannya sebagai berikut :
1. Faktor kemalasan
Pengangguran yang berasal dari kemalasan individu sebenarnya sedikit. Namun, dalam sistem materialis dan politik sekularis, banyak yang mendorong masyarat menjadi malas, seperti sistem penggajian yang tidak layak atau maraknya perjudian. Banyak orang yang miskin menjadi malas bekerja karena berharap kaya mendadak dengan jalan menang judi atau undian. Mereka juga cenderung malas untuk mencari informasi mengenai lowongan pekerjaan.
2. Faktor cacat /uzur
Dalam sistem kapitalis hukum yang diterapkan adalah ‘hukum rimba’. Karena itu, tidak ada tempat bagi mereka yang cacat/uzur untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
3. Faktor rendahnya pendidikan dan keterampilan
Saat ini sekitar 44,63 persen tenaga kerja Indonesia adalah mereka yang berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Dampak dari rendahnya pendidikan ini adalah rendahnya keterampilan yang mereka miliki. Belum lagi sistem pendidikan Indonesia yang tidak fokus pada persoalan praktis yang dibutuhkan dalam kehidupan dan dunia kerja. Pada akhirnya mereka menjadi pengangguran intelek.
Kedua: faktor sistem sosial dan ekonomi
Faktor ini merupakan penyebab utama meningkatnya pengangguran di Indonesia, di antaranya:
a. Ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan
Tahun 2009 diperkiraan akan muncul pencari tenaga kerja baru sekitar 1,8 juta orang, sedangkan yang bisa ditampung saat ini dalam sektor formal hanya 29%. Sisanya di sektor informal atau menjadi pengangguran.
b. Kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat
Banyak kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dan menimbulkan pengangguran baru, Menurut Menakertrans, kenaikan BBM kemarin telah menambah pengangguran sekitar 1 juta orang.
Kebijakan Pemerintah yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan juga mengakibatkan banyak ketimpangan dan pengangguran. Banyaknya pembukaan industri tanpa memperhatikan dampak lingkungan telah mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang sudah ada. Salah satu kasus, misalnya, apa yang menimpa masyarakat Tani Baru di Kalimantan. Tuntutan masyarakat Desa Tani Baru terhadap PT VICO untuk menghentikan operasi seismiknya tidak mendapat tanggapan. Penghasilan tambak mereka turun hampir 95 persen akibat pencemaran yang ditimbulkan PT VICO. Tanah menjadi tidak subur, banyak lubang bekas pengeboran dan peledakan, serta mengeluarkan gas alam beracun. Akibatnya, rakyat di sana menjadi orang-orang miskin dan penganggguran.
c. Pengembangan sektor ekonomi non-real
Dalam sistem ekonomi kapitalis muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas yang di sebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan sistem ribawi maupun asuransi. Sektor ini tumbuh pesat. Nilai transaksinya bahkan bisa mencapai 10 kali lipat daripada sektor real.
Pertumbuhan uang beredar yang jauh lebih cepat daripada sektor real ini mendorong inflasi dan penggelembungan harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor real. Akibatnya, hal itu mendorong kebangkrutan perusahan dan PHK serta pengangguran. Inilah penyebab utama krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang terjadi sejak tahun 1997.
Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar hanya di sekelompok orang tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan.
d. Banyaknya tenaga kerja wanita
Partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama Februari 2007-Februari 2008, jumlah pekerja perempuan bertambah 3,26 juta orang dan laki-laki hanya bertambah 1,21 juta orang. Kenaikan pekerja perempuan terbesar terjadi di sektor perdagangan yaitu 1,51 juta orang dan sektor pertanian sebesar 740 ribu orang.
Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita ini mengakibatkan persaingan pencari kerja antara wanita dan laki-laki. Akan tetapi, dalam sistem kapitalis, untuk efesiensi biaya biasanya yang diutamakan adalah wanita karena mereka mudah diatur dan tidak banyak menuntut, termasuk dalam masalah gaji. Kondisi ini mengakibatkan banyaknya pengangguran di pihak laki-laki.
Dampak pengangguran terhadap perekonomian suatu negara. Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan. Hal ini terjadi karena pengangguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan dibawah ini :
• Pengangguran dapat menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya.
Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional rill (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya), oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
• Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional dari sektor pajak berkurang
Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakatpun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang diharus diterima masyarakatpun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
• Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi
Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.

Dampak pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan masyarakat. Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya :
• Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
• Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan
• Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial politik

Pengangguran dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Penganggur penuh/terbuka yaitu orang yang termasuk Angkatan Kerja tetapi tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan (open unemployment).
2. Setengah penganggur terpaksa (involuntary under-employment) adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu karena suatu sebab di luar kemauannya. Mereka tidak/belum berhasil memperoleh pekerjaan sekalipun mereka mencari dan bersedia menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari tingkat yang diharapkan.
3. Setengah penganggur sukarela (voluntary un-employment) adalah mereka yang memilih lebih baik menganggur dari pada menerima pekerjaan yang dirasa tidak sesuai dengan pendidikannya atau dengan upah yang lebih rendah dari tingkat yang diharapkan.
4. Orang yang bekerja kurang dari yang sebenarnya dapat dikerjakan dengan keterampilan /pendidikan yang dimilikinya (pengannguran terdidik).
Menurut sebab terjadinya pengangguran dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Pengangguran konjunktural, yaitu jenis pengangguran yang disebabkan oleh adanya gelombang konjunktur: karena adanya kelesuan atau kemunduran kegiatan ekonomi nasional. Jika permintaan lesu dan barang tidak laku, produksi dikurangi(tidak akan ditambah) sehingga pemakaian factor produksi akan dikurangi yang berarti terjadi pengangguran.
2. Pengangguran struktural terjadi karena masalah dari segi penawaran: kalau masyarakat masih kekurangan perusahaan industry, kekurangan prasarana, kurang modal, kurang keahlian, dan sebagainya maka produksi tidak bias ditingkatkan dan banyak faktor produksi yang tidak terpakai. Misalnya pemakian transportasi bermesin menggeser angkutan becak.
3. Pengangguran musiman yaitu jenis pengangguran yang terjadi secara berkala karena pengaruh musim. Misalnya di sektor pertanian, pekerjaan paling padat adalah pada musim tanam dan musim panen, tetapi di masa selang antara musim tanam dan panen banyak terjadi pengangguran.
4. Pengangguran friksional atau transisional (peralihan) terjadi karena adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor/pekerjaan yang satu ke sektor/pekerjaan yang lain. Misalnya, terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industry atau keluar dari jenis pekerjaan yang satu tetapi belum mendapat pekerjaan baru.
Suatu pernyataan yang bersumber dari PBB menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2% dari jumlah penduduknya (Buchari Alma, 2003: 4). Jadi, jika negara kita berpenduduk 200 juta jiwa, maka wirausahawannya harus lebih kurang sebanyak 4 juta. Negara kita telah jauh tertinggal dalam kuantitas wirausahawan dibandingkan dengan Amerika (15%) dan negara satu regional, Malaysia yang sudah mencapai sekitar 6% (detikFinance, 15/4/2012). Wirausahawan Indonesia saat ini berjumlah masih sekitar 1%. Katakanlah jika kita hitung semua wirausahawan Indonesia mulai dari pedagang kecil sampai perusahaan besar ada sebanyak 3 juta, tentu bagia terbesarnya adalah kelompok kecil-kecil yang belum terjamin mutunya dan belum terjamin kelangsungan hidupnya.
Terlebih, berdasarkan Berita Resmi Statistik yang dirilis Badan Pusat Statistik No. 33/05/Th. XV, 7 Mei 2012, dalam laporan keadaan ketenagakerjaan bulan Februari 2012, tingkat pengangguran terbuka Indonesia adalah sebesar 6,32%. Ini tentu saja bukan jumlah yang sedikit. Angka statistik ini seakan tidak sesuai dengan realita kehidupan sosial kemasyarakatan yang ada. Kita melihat ternyata masih banyak warga miskin di sekitar kita yang entah apakah dia pengangguran atau bukan.
Pertambahan penduduk dan angkatan terjadi di satu pihak dan laju serta arah investasi di lain pihak mempengaruhi masalah pengangguran dan perluasan kesempatan kerja (Sumitro Djojohadikusumo, 1975: 33). Pertambahan angkatan kerja juga mempengaruhi, baik tingkat upah (dalam arti nyata) maupun aspek pembagian pendapatan masyarakat. Selain itu, pertambahan penduduk dan angkatan kerja serta tingkat fertilitas dari yang bersangkutan juga mempengaruhi tingkat tabungan masyarakat dan investasi untuk perluasan dasar ekonomi.
Angkatan kerja meliputi bagian penduduk yang termasuk golongan tingkat usia 10-64 tahun. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 120,4 juta orang, bertambah sekitar 3,0 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2011 sebesar 117,4 juta orang atau bertambah sebesar 1,0 juta orang dibanding Februari 2011 (Berita Resmi Statistik, BPS, No. 33/05/Th. XV, 7 Mei 2012). Bayangkan, jumlah pencari kerja (angkatan kerja) di Indonesia menempati porsi hampir setengah dari jumlah penduduk.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita dituntut mampu untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, melalui kewirausahaan. Kewirausahaan atau wirausaha menurut Joseph Schumpeter adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru; orang tersebut melakukan kegiatannya melalui organisasi bisnis yang baru maupun bisa pula dilakukan dalam organisasi bisnis yang sudah ada (Joseph Schumpeter dalam Buchari Alma, 2003: 21).
Dipaparkan sebuah fakta bahwa keberhasilan pembangunan yang dicapai oleh negara Jepang ternyata disponsori oleh wirausahawan yang telah sejumlah 2% tingkat sedang, berwirausaha kecil sebanyak 20% dari jumlah penduduknya. Inilah kunci keberhasilan pembangunan negara Jepang. (Heidjrachman Ranu P).
2.6 Solusi Mengatasi Pengangguran
• “Mereka berlarian mencari kerja. Mereka berkerumun di jalan bebas hambatan. Gerakan itu mengubah mereka; jalan bebas hambatan, tenda sepanjang jalan, rasa takut akan kelaparan dan kelaparan itu sendiri, mengubah mereka. Anak-anak tanpa makan malam telah mengubah mereka, gerakan tanpa henti mengubah mereka.” Tidak ada yang mempertanyakan saat John Steinbeck dalam The Grapes of Wrath menggambarkan pengangguran yang dapat membawa dampak serius pada keluarga dan individu (William A. McEachern, 2000: 124).
• Kehilangan yang paling nyata adalah penerimaan yang rutin, tetapi mereka yang menganggur seringkali juga kehilangan rasa percaya diri. Lebih dari itu, pengangguran dikatikan dengan kenaikan tingkat kejahatan dan berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, bunuh diri, dan cacat mental. Namun demikian, banyak orang mengeluhkan pekerjaannya, mereka mengandalkan pekerjaan itu tidak hanya untuk pendapatan tetapi juga untuk identitas. Jika ada beberapa orang yang belum saling mengenal bertemu, pertanyaan “What do you do?” (yang arti harfiahnya adalah: apa pekerjaan Anda?) adalah biasanya yang muncul pertama kali. Hilangnya pekerjaan yang sudah lama dijalani biasanya mengakibatkan juga hilangnya identitas.
• Sebagai tambahan atas biaya personal di atas, pengangguran juga merupakan biaya bagi perekonomian secara keseluruhan, karena barang dan jasa yang dapat diproduksi menjadi berkurang. Bila perekonomian tidak menghasilkan lapangan kerja yang cukup, maka jasa dari penganggur menjadi hilang untuk selamanya. Output yang hilang ini dan digabungkan dengan kerugian ekonomis dan psikologis bagi individu dan keluarganya menunjukkan biaya sebenarnya dari pengangguran. Seperti telah diuraikan di atas, ingatlah bahwa statistik pengangguran mencerminkan jutaan individu dengan cerita mereka sendiri-sendiri. Seperti dikatakan Presiden Harry Truman, “Jika tetangga Anda kehilangan pekerjaan, berarti itu adalah resesi; jika Anda kehilangan pekerjaan, itu berarti depresi.” Bagi beberapa orang, pengangguran adalah semacam istirahat singkat antar satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Bagi orang lain lagi, pengangguran dapat berpengaruh jangka panjang pada rasa percaya diri, stabilitas keluarga, dan pada kesejahteraan ekonomi.
• Kesempatan kerja (employment) adalah banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja. Persoalan muncul karena pertumbuhan angkatan kerja yang cepat (karena laju pertambahan penduduk), yang kurang diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan (T. Gilarso, 2004: 207). Ini berakibat pada menjamurnya angka pengangguran. Mutu dan produktivitas tenaga kerja yang masih rendah berakibat tingkat penghasilan juga rendah. Masalah lain adalah penyebaran angkatan kerja yang tidak merata, baik sektoral maupun regional. Jumlah wanita yang mencari pekerjaan semakin banyak dan setengah pengangguran di sektor informal semakin meluas.









KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pertumbuhan ekonomi memberikan peluang kesempatan kerja baru ataupun memberikan kesempatan industri untuk meningkatkan output yang berdampak pada peningkatan penggunaan factor produksi, salah satunya yaitu tenaga kerja, sehingga mengurangi jumlah pengangguran.
2. Krisis ekonomi tidak berpengaruh terhadap tingkat pengangguran dapat diterima. Sektor agrikultur dan sector informal di perkotaan diduga mampu menyerap angkatan kerja yang mendapat tekanan dari rasionalisasi pekerja akibat kontraksi perekonomian, khususnya di sector agrikultur.
Saran
1. Pemerintah Indonesia dapat memprediksi dan mencapai tingkat pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai pada satu tahun tertentu sebesar 1 persen, maka dapat diprediksi akan berpengaruh pada menurunnya tingkat pengangguran sebesar 0,064703 persen. Jika pemerintah menargetkan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 1 persen, maka pemerintah harus mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 15,5 persen, asumsi ceteris paribus.
2. Penciptaan lapangan pekerjaan sebagai salah satu prioritas pemerintah Indonesia dalam membangun perekonomian adalah tepat dan pemerintah harus konsisten dalam pelaksanaannya atau pencapaian prioritas tersebut.
3. Pemerintah perlu meningkatkan perhatian terhadap pendidikan masyarakat. Tingkat pendidikan pengangguran yang didominasi tamatan SMU ke bawah mengindikasikan sulitnya penyerapan angkatan kerja. Tindakan yang dapat dilakukan misalnya perbaikan layanan pendidikan, khususnya pendidikan formal, dan menurangi angka siswa putus sekolah.









Referensi

www.google.com
http://www.scribd.com/doc/15891512/Makalah-Masalah-Pengangguran-Ekonomi
http://www.bi.go.id/web/id/
Badan Pusat Statistik. Pertumbuhan Ekonomi. http://www.bps.go.id
Badan Pusat Statistik. Tingkat Pengangguran. http://www.bps.go.id
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Handayani, T., dan Mangku. Kondisi Ekonomi: Kesengsaraan Rakyat Parah [Suara Karya Online]. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=135808 [16 Februari 2006]
Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. Pengantar Makroekonomi Jilid 1. Edisi ke-10. Wasana, Kirbrandoko, dan Budijanto [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta.
Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Pikiran Rakyat. Pertumbuhan Ekonomi Ditargetkan 5 persen [Pikiran Rakyat Cyber Media]. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0803/13/0602.htm [13 Agustus 2003]
http://0sprey.wordpress.com/2012/06/04/kewirausahaan-dalam-perspektif-ilmu-ekonomi-sebagai-sebuah-solusi-mengatasi-pengangguran/

softkill inflasi

“ INFLASI “


Kelompok :
Mohammad Andika 14110489
Sena Lastiansah 16110443
Kelas : 2KA25
Mata kuliah : Teori Organisasi Umum 2





UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
• Inflasi
Seperti telah diketahui, secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga (barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus menerus. Data mengenai perkembangan harga dapat didasarkan pada cakupan barang dan jasa secara komponen pembentuk PDB (deflator PDB), cakupan barang dan jasa yang diperdagangkan antara produsen dengan pedagang besar atau antar pedagang besar (Indeks Harga Perdagangan Besar/IHPB), ataupun cakupan barang dan jasa yang dijual secara eceran dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat (Indeks Harga Konsumen/IHK). Dalam kaitan ini, cara penghitungan inflasi didasarkan pada perubahan indeks pada periode tertentu dengan indeks periode sebelumnya. Sebagai contoh, laju inflasi bulanan dihitung dari perubahan indeks bulan ini dari indeks bulan sebelumnya, sementara inflasi tahunan dihitung dari indeks pada bulan yang sama dari tahun sebelumnya.
Dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tersebut, sejak tahun 2000 Bank Indonesia pada mulanya menetapkan sasaran inflasi pada awal tahun yang akan dicapinya untuk yahun yang bersangkutan. Sasaran ditetapkan untuk inflasi yang diukur dengan indeks harga konsumen (IHK) dengan mengeluarkan dampak dari kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan (administered prices and income policy). Sebagai contoh, sasaran inflasi ditetapkan sebesar 3-5%.
Seperti dikemukakan diatas, penentuan sasaran inflasi dilakukan dengan memperhatikan prospek ekonomi makro dan karenanya didasarkan pada perkembangan dari proyeksi arah pergerakan ekonomi kedepan. Hal ini didasrakan pada pertimbangan bahwa terdapat ketidak sejalanan (trade-off) antara pencapaian inflasi yang rendah dengan keinginan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia tidak ingin menargetkan inflasi yang terlalu rendah karena dapat menghambat pemulihan ekonomi nasional. Untuk ini dengan menggunakan model-model makroekonomi yang dikembangkan, Bank Indonesia menganalisis dan memproyeksi beberapa laju pertumbuhan ekonomi kedepannya, dengan berbagai komponen-komponennya dan komposisinya yang didorong oleh sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dengan cara ini, dapat diukur kecenderungan terjadinya kesengajaan antara besarnya permintaan dengan penawaran agregat (yang diukur dengan output potensial), atau yang sering disebut output gap ‘kesenjangan output’. Besarnya output gap inilah yang diperkirakan akan menentukan besarnya tekanan terhadap inflasi kedepannya.
Perubahan kewenangan penetapan sasarn inflasi tersebut diperkirakan tidak akan mengubah secara mendasar jenis dan besarnya sasaran inflasi. Hal ini mengingat selama ini telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia, khususnya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomimakro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah pembakuan mekanisme koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia. Termasuk didalamnya adalah mekanisme pengumuman sasaran inflasi oleh pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia. Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan publik dalam pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.

• Indeks Harga
Dalam ilmu ekonomi, harga diartikan sebagai suatu ukuran yang berkenaan dengan nilai suatu barang dalam kegiatan pertukaran. Ada dua sebab munculnya harga, yaitu karena kelangkaan dan karena kegunaan. Agar mendapatkan barang yang dibutuhkan, seseorang harus membayar harga sesuai dengan yang ditentukan.
Harga barang yang terjadi di pasar seringkali berfluktuasi (naik/turun). Perubahan harga tersebut, sering merugikan pihak yang berkaitan (konsumen maupun produsen). Oleh karena itu, seringkali pemerintah campur tangan dalam menetapkan harga ini, terutama untuk barang-barang tertentu. Campur tangan pemerintah itu disebut politik harga.
Melalui kebijakan harga tersebut, diharapkan stabilitas harga dapat terjamin sehingga tidak terjadi penetapan harga yang sewenang-wenang oleh para produsen. Di samping itu, harga barang hasil produksi dapat terjangkau oleh masyarakat, bahkan apabila memungkinkan dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga kemakmuran dan kesejahteraan dapat tercapai.
Dalam mengendalikan harga-harga tersebut, pemerintah menetapkan politik harga secara kontinu. Politik harga dapat dilakukan pemerintah dengan cara membandingkan harga setiap komoditas pada suatu periode dengan periode yang lain. Untuk mengukur besarnya perubahan-perubahan tersebut, pemerintah akan menetapkan suatu nilai standar atas dasar periode tertentu yang dianggap normal atau stabil. Nilai standar yang dijadikan pedoman oleh pemerintah untuk mengendalikan harga itu disebut Indeks Harga.


BAB II
PEMBAHASAN

• INFLASI
1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum batang-barang secara terus-menerus. Ini tidak bearti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu nik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum batang secara terus – menerus selama satu periode tertent. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi.
• BAGAIMANA TERJADINYA INFLASI?
Tingkat inflasi untuk bulan Oktober 2005 yang sangat tinggi itu (8,75%) masih membuat prihatin banyak kalangan. Karena ada yang disebut core inflation, atau inflasi inti, oleh Bank Indonesia yang besarnya sekitar 7-8% setahun maka kedua pengaruh inflasi ini secara agregatip menimbulkan inflasi lebih dari 15% setahun. Maka arti inflasi harus disikapi.
Arti atau definisi umum dari inflasi adalah gejala kenaikan harga secara umum (artinya semua harga terpengaruhi) oleh karena “terlalu banyak uang mengejar jumlah barang yang jumlahnya tidak bertambah”. Inflasi dalam artian ini adalah gejala effective demand yang terlalu besar, entah oleh karena akibat kebijakan fiskal (anggaran belanja pemerintah) atau oleh kebijakan moneter dari bank sentral. Misalnya, dalam masa pertama RI inflasinya tinggi sekali oleh karena kebijakan fiskal terlalu “gampangan” (loose). Artinya, kalau pemerintah memerlukan uang maka ditempuh jalan yang mudah, yakni cetak saja uang baru. Usaha untuk mengumpulkan pajak baru merupakan usaha serius di zaman yang mutakhir. Pada tahap berikutnya maka dalil untuk “mencetak saja uang kalau diperlukan pemerintah” dikoreksi. Pembiayaan defisit anggaran belanja pemerintah diusahakan dengan cara yang tidak langsung menuju ke pencetakan uang baru. Maka pada tahap itu menarik pinjaman luar negeri menjadi jalan keluar yang sering ditempuh oleh pemerintah. Ini sesuai dengan prinsip umum pembiayaan defisit anggaran belanja pemerintah yang non-inflator, yakni berhutang saja dari luar dan dalam negeri, atau/dan menjual asset negara. Menjual asset negara untuk menutup defisit juga merupakan upaya yang lebih mutakhir, yakni dengan menjual BUMN, entah sebagian sahamnya atau secara keseluruhan (privatisasi).
Bank Indonesia sebagai bank sentral sekarang mempunyai misi tunggal, yakni menjaga nilai rupiah, artinya sekuat tenaga berusaha mengekang inflasi. Kalau ada tekanan inflasi yang meninggi maka BI menaikkan suku bunganya (BI rate atau SBI) sehingga mengerem pengeluaran kredit baru oleh sistim perbankan. Akan tetapi kalau inflasi tetap memuncak maka BI menghadapi dilema, seperti sekarang ini juga.
Secara umum terdapat dua jenis inflasi yakni kenaikan harga Indeks Harga Konsumen (IHK) yang merupakan headline inflation dan inflasi inti (core inflation). Kenaikan harga BBM merupakan faktor administered price atau kenaikan harga yang dipicu oleh kebijakan pemerintah.
Masalahnya, salah satu yang bisa memicu kenaikan inflasi inti itu adalah ekspektasi masyarakat akibat kenaikan harga BBM. Yang terjadi seringkali kenaikan BBM diikuti dengan kenaikan harga barang-barang dan jasa, termasuk yang tidak terkait langsung dengan kenaikan BBM.
Pemerintah juga perlu menyalurkan sebagian dana untuk investasi infrastuktur. Sebab selama ini hal yang menaikkan inflasi IHK adalah ketidaklancaran distribusi barang dan bahan pokok. Apabila distribusi lancar maka inflasi juga akan dapat ditekan.
Laju inflasi yang begitu tinggi, yang ditandai dengan melambungnya harga barang dan jasa, dikhawatirkan mendorong masyarakat mengorbankan pendidikan dan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kondisi itu bisa semakin menurunkan tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia sehingga daya saingnya semakin merosot.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Adiningsih, mengatakan kepada Pembaruan di Jakarta, Senin (7/11), kenaikan laju inflasi yang dibarengi dengan kenaikan harga akan menyebabkan masyarakat memilih secara ketat pengeluaran rumah tangganya.
Berkaitan dengan hal itu masyarakat akan menempatkan kebutuhan pangan se- bagai prioritas utama dalam belanja rumah tangga. Sedang kebutuhan lainnya, termasuk pendidikan dan kesehatan, tidak masuk dalam prioritas.
Untuk itu, Adiningsih mengimbau pemerintah dan Bank Indonesia (BI) betul-betul bekerja keras meminimalisasi dampak inflasi terhadap ekonomi, terutama di tingkat rumah tangga, dengan memberikan insentif dan stimulus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dinilai cukup longgar pascakenaikan BBM.
1. Penyebab Inflasi
a) Tarikan permintaan (Demand pull inflation)
Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa menyebabkan bertambahnya permintaan faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap produksi menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi terjadi karena kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment. Inflasi yang ditimbulkan oleh permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga dikenal dengan istilah demand pull inflation.
b) Desakan biaya (Cost push inflation)
Inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik.
1. Jenis-Jenis Inflasi
• Jenis Inflasi Menurut Sifatnya
Laju Inflasi dapat berbeda antara satu negara dengan negara lain atau dalam satu negara dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi maka dapta dibagi ke dalam tiga kategori yaitu
• Merayap (creeping inflation)
Ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecit serta dalam jangka yang relatif lama.
• inflasi menengah (galloping inflation)
ditantai dengan kenaikanharga yang cukup besar dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai siat akselarasi (harga dalam waktu mingguan atau bulanan) efeknya terhadap perekonomian lebih besar dari pada inflasi yang merayap (creeping inflation)
• inflasi tinggi (hyper inflation)
merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga – harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang sebab nilai uang merosot dengan tajam seingga ingin ditukarkan dengan uang sehingga perputaran uang semakin cepat dan harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apa bila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja yang dibelanjakan dan ditutupi dengan mencetak uang.
• Jenis Inflasi Menurut Sebabnya
1. Demand-pull inflation
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan pemintaan total (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total disamping kenaikan harga dapt juga menaikkan hasil produksi (output).
2. Cost-push inflation
Berbeda dengan demand-pull inflation, cost-push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini dapat timbul karena beberapa factor diantaranya :
perjuangan serikat buruh yang berhasil untuk menuntu kenaikan upah
Suatu industri yang sifatnya monopolistis, manajer dapat menggunakan kekuasaannya di pasar untuk menentukan harga (yang lebih tinggi).
Kenaikan harga bahan baku industri.
• Berdasarkan Sumber atau Penyebab Kenaikan Harga Inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut :
o Inflasi Tarikan Permintaan : kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh pertambahan pengeluaran yang besar yang tidak dapat dipenuhi oleh kemampuan memproduksi yang tersedia.
o Inflasi Desakan Biaya : kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan dalam biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau kenaikan upah.
o Inflasi Diimpor : kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri.
1. Efek Yang Ditimbulkan Dari Inflasi
1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh endapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yakni Rp. 50.000,00.
2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi factor produksi menjadi tidak efisien.
3. Efek terhadap Output (Output Effects)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effects) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
E. Penggolongan Inflasi
a) Berdasarkan asal timbulnya inflasi
1. Inflasi berasal dari dalam negeri, misalnya sebagai akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri, yaitu inflasi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
b) Berdasarkan cakupan pengaruh kenaikan harga
Jika kenaikan harga secara umum hanya berkaitan dengan beberapa barang tertentu secara kontinu disebut inflasi tertutup (closed inflation), dan apabila kenaikan harga terjadi secara keseluruhan disebut inflasi terbuka (open inflation), sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya dan setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tak terkendali (hyperinflation).
c) Berdasarkan parah atau tidaknya inflasi
Berdasarkan parah atau tidaknya, inflasi dapat digolongkan:
1. inflasi ringan (di bawah 10% setahun),
2. inflasi sedang (antara 10%–30% setahun),
3. inflasi berat (antara 30%–100% setahun), dan
4. inflasi tak terkendali (di atas 100% setahun)


F. Dampak Inflasi
Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat, para penerima pendapatan tetap, seperti pegawai negeri atau karyawan swasta, serta kaum buruh akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
a) Bagi pemilik pendapatan tetap dan tidak tetap
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, di tahun 2003 atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
b) Bagi para penabung
Inflasi menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang tabungan menghasilkan bunga, tetapi jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap menurun. Jika orang tidak menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang karena untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyaraka
c) Bagi debitur dan kreditur
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
d) Bagi produsen
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan Jika pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Jika hal ini terjadi, produsen terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, jika inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen dapat menghentikan produksinya untuk sementara waktu, bahkan jika tidak sanggup mengikuti laju inflasi, dapat gulung tikar (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
e) Bagi perekonomian nasional
1. Investasi berkurang.
2. Mendorong tingkat bunga.
3. Mendorong penanam modal yang bersifat spekulatif.
4. Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan.
5. Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi pada masa yang akan datang.
6. Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang.
7. Menimbulkan defisit neraca pembayaran.
8. Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

G. Cara-cara Mengatasi Inflasi
a) Kebijakan Moneter
Seperti yang telah disebutkan di atas, peran bank sentral dalam mengatasi inflasi adalah dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Kebijakan yang diambil oleh bank sentral tersebut dinamakan kebijakan moneter, yaitu dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut.
1. Politik Diskonto (discount policy) adalah politik bank sentral untuk memengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Dengan menaikkan tingkat bunga diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang karena orang akan lebih banyak menyimpan uangnya di bank daripada menjalankan investasi.
2. Politik Pasar Terbuka (open market policy) dijalankan dengan membeli dan menjual surat-surat berharga. Dengan menjual suratsurat berharga diharapkan uang akan tersedot dari masyarakat.
3. Politik Persediaan Kas (cash ratio policy) adalah politik Bank Sentral untuk memengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan persentase persediaan kas dari bank. Dengan dinaikkannya persentase persediaan kas, diharapkan jumlah kredit akan berkurang.
4. Pengawasan kredit secara selektif.
b) Kebijakan Fiskal
Selain kebijakan moneter, pemerintah dapat juga memberlakukan kebijakan fiskal yaitu kebijakan yang berhubungan dengan pengaturan penerimaan dan pengeluaran Negara. Jadi yang diatur dalam kebijakan fiskal adalah
1. pengaturan pengeluaran pemerintah (APBN) dan
2. peningkatan tarif/pajak.
c) Kebijakan Nonmoneter
Selain dua kebijakan di atas ada juga yang disebut kebijakan nonmoneter yang mengatur hal-hal berikut.
1. Peningkatan produksi.
2. Kebijakan upah.
3. Pengawasan harga.
H. Metode Perhitungan Inflasi
Untuk menghitung besarnya laju inflasi dapat digunakan Indeks Harga, sebagai berikut.
Laju inflasi = x 100%
Keterangan:
IHt = Indeks Harga tahun tertentu (dihitung)
IHt–1 = Indeks Harga tahun sebelumnya
Contoh
Diketahui:
Indeks Harga Konsumen bulan Maret 2005 = 150,65
Indeks Harga Konsumen bulan Februari 2005 = 145,15
Besarnya laju inflasi bulan Maret 2005 adalah:
Laju Inflasi =
=150,65 – 145,15 x 100%
=145,15
= 3,79% Termasuk inflasi ringan.
• INDEKS HARGA
1. Pengertian Indeks Harga (Price Index)
Indeks harga merupakan sebuah rataan dari perubahan harga yang proporsional pada suatu barang atau jasa tertentu antara dua periode waktu. Perubahan harga dan kuantitas menunjuk pada barang-barang atau jasa yang bersifat individual yang jelas berbeda satu sama lainnya dalam sebuah kelompok poduk yang serupa. Kualitas yang berbeda pada jenis produk yang sama harus diperlakukan berbeda pula sebagai jenis barang atau jasa yang terpisah sesuai dengan konteks permasalahan.
Indeks harga biasa digunakan untuk mengetahui ukuran perubahan variabel-variabel ekonomi sebagai barometer keadaan perekonomian, memberi gambaran yang tepat mengenai kecenderungan perdagangan dan kemakmuran. Beberapa macam indeks harga adalah sebagai berikut.
• 1. Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka yang menggambarkan perbandingan perubahan harga barang dan jasa yang dihitung dianggap mewakili belanja konsumen, kelompok barang yang dihitung bisa berubah-ubah disesuaikan dengan pola konsimsi aktual masyarakat.
• 2. Indeks harga produsen (IHP) adalah perbandingan perubahan barang dan jasa yang dibeli oleh produsen pada waktu tertentu, yang dibeli oleh produsen meliputi bahan mentah dan bahan setengah jadi. Perbedaannya dengan IHK adalah kalau IHP mengukur tingkat harga pada awal sistem distribusi, IHK mengukur harga langsung yang dibayar oleh konsumen pada tingkat harga eceran. Indeks harga produsen biasa disebut juga indeks harga grosir (wholesale price index).
• 3. Indeks harga yang harus dibayar dan diterima oleh petani. Indeks harga barang-barang yang dibayar oleh petani baik untuk biaya hidup maupun untuk biaya proses produksi, apabila dalam menghitung indeks dimasukkan unsur jumlah biaya hipotek, pajak, upah pekerja yang dibayar oleh petani, indeks yang diperoleh disebut indeks paritas. Rasio antara indeks harga yang harus dibayar oleh petani dengan indeks paritas dalam waktu tertentu disebut rasio paritas (parity ratio).
1. Ciri-ciri Indeks Harga
Indeks harga mempunyai ciri-ciri di antaranya adalah sebagai berikut.
1.Indeks harga sebagai standar sebagai perbandingan harga dari waktu ke waktu.
2. Penetapan indeks harga didasarkan pada data yang relevan.
3.Indeks harga ditetapkan oleh sampel, bukan populasi.
4.Indeks harga dihitung berdasarkan waktu yang kondisi ekonominya stabil.
5.Penghitungan indeks harga menggunakan metode yang sesuai dan tepat.
6.Penghitungan indeks harga dilakukan dengan cara membagi harga tahun yang akan dihitung indeksnya dengan harga tahun dasar dikali 100.
1. Metode penghitungan Indeks Harga
1.Metode penghitungan indeks harga tidak tertimbang Penghitungan indeks harga tidak tertimbang ada dua macam, yaitu indeks harga tidak tertimbang sederhana (komoditi tunggal) hanya satu barang dan indeks harga tidak tertimbang dengan banyak komoditi (gabungan).
a.Rumus indeks harga tidak tertimbang sederhana:
IHTT = . 100
b.Rumus indeks harga tidak tertimbang gabungan:
IHTTG = . 100
Pn = harga pada tahun tertentu (ke–n)
Po = harga pada tahun dasar
2.Metode penghitungan indeks harga yang banyak digunakan Metode enghitungan indeks harga yang sering digunakan dalam menghitung inflasi adalah metode tertimbang, yaitu:
a)Metode Laspeyres
Metode Laspeyres adalah metode penghitungan angka indeks yang ditimbang dengan menggunakan faktor penimbang kuantitas pada tahun dasar (Qo) dengan rumus IH Laspeyres.
IL = . 100
b)Metode Paasche
Metode penghitungan angka indeks yang ditimbang dengan menggunakan faktor penimbang kuantitas barang pada tahun yang dihitung angka indeksnya. (Qn = Kuantitas tahun tertentu) Rumusnya sebagai berikut.
IP = . 100
Keterangan:
IL = Indeks Harga Laspeyres
IP = Indeks Harga Paasche
Po = Harga tahun dasar
Pn = Harga tahun n (tertentu)
Qo = Kuantitas tahun dasar
Qn = Kuantitas tahun tertentu










BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
• Dalam perekonomian tertutup, dan dalam jangka pendek, inflasi merupakan masalah ekonomi yang perlu dihadapi dan diatasi. Dalam system pasar bebas, masalah ini tidak dapat dengan sendirinya diatasi. Kebijakan pemerintah perlu dijalankan apabila masalah tersebut timbul. Sesuai dengan keperluan ini dalam analisis makroekonomi perlu diperhatikan dengan lebih baik mengenai masalah tersebut dan bentuk-bentuk kebijakan pemerintah yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah inflasi.
• Secara kontinu kebijakan pemerintah diperlukan untuk menjaga kestabilan harga-harga dan mengurangi tingkat pengangguran pada tingkat yang sangat rendah. Kebijakan pemerintah tersebut dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter. Alat yang digunakan dalam kebijakan fiskal adalah mengubah pengeluaran pemerintah, mengubah pajak dan gabungan dari keduanya. Kebijakan moneter dijalankan dengan mempengaruhi kebijakan penawaran uang dan suku bunga.
• Kedua bentuk kebijakan pemerintah tersebut perlu dilakukan secara serentak untuk meningkatkan kefektifannya.
• Indeks harga sangat diperlukan dalam kegiatan ekonomi suatu negara, Sebab kenaikan harga atau penurunan harga merupakan informasi penting untuk mengetahui perkembangan ekonomi
Saran
Pendapatan nasional dapat dihitung baik dengan pendekatan/metode produksi, yaitu menghitung jumlah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, pendekatan/ metode pengeluaran, yaitu dengan menghitung jumlah pengeluaran seluruh pelaku ekonomi di suatu negara selama periode tertentu, ataupun pendekatan/metode pendapatan dengan menghitung jumlah pendapatan yang diterima seluruh pemilik faktor produksi di suatu negara selama periode tertentu.
Berdasarkan besarnya pendapatan nasional per kapita, penduduk (pendapatan per kapita) negara-negara di dunia dapat digolongkan dalam kelompok negara berpendapatan rendah, menengah ke bawah, menengah ke atas hingga tinggi.
Terdapat permasalahan, seperti inflasi dan ketimpangan distribusi pendapatan, yang harus selalu diperhatikan pemerintah dalam kaitan untuk meningkatkan level pendapatan nasional negaranya.

DAFTAR PUSAKA

• http://laclolospalos.blogspot.com/2009/12/makalah-inflasi.html
• http://keluarzonanyaman.wordpress.com/2010/03/04/indeks-harga-dengan-formula-laspeyres-dan-paasche/
• http://trainnerone.blogspot.com/2009/12/pengertian-dan-definisi-indeks-harga.html
• http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-inflasi/
• http://coki002.wordpress.com/jenis-jenis-indeks-di-bursa-efek-indonesia/
• http://guswana.blogspot.com/2009/10/indeks-kuantitas.html
• http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/inflasi-dan-indeks-harga.html


















DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….1-3
Pengertian Inflasi……………………………………………………………………………1
Dasar Utama Inflasi..…………………………………………………………………………2-4
Laporan Inflasi Terbaru…………………………………………………………………………5
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………6-7
1.3 Dampak Inflasi……………………………………………………………………………8-9
1.4 Pemecahan Masalah…………………………………………………………………………10
2. ISI…………………………………………………………………………………….11
2.1 Teori Inflasi…………………………………………………….……………………11-12
2.2 Biaya Inflasi………………………………………………………………..…………13
3. PENUTUP…………………………………………………………………………14
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………… 14
3.2 Saran …………………………………………………………………………15
4. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….16


DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….1
Pengertian Pengangguran…………………………………………………………………2
Dasar Utama Pengangguran.………………………………………………………………2-4
Laporan Pengangguran Terbaru…………………………………………………………………………5
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………6-7
1.3 Dampak Pengangguran…………………………………………………………………8-9
1.4 Pemecahan Masalah…………………………………………………………………………10
2. ISI…………………………………………………………………………………….11
2.1 Teori Pengangguran…………………………………………………….…………11-12
2.2 Solusi
Pengangguran………………………………………………………………..13
3. PENUTUP…………………………………………………………………………14
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………… 14
3.2 Saran …………………………………………………………………………14
4. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….15